Oleh : I Komang Edy Mulyawan
Dalam sistem Trias Politika dikenal istilah pembagian kekuasaan yaitu Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. Istilah pembagian kekuasaan ini, tidak sepenuhnya diadopsi oleh Indonesia, melainkan digunakan istilah pemisahan kekuasaan (separation of power) dengan tujuan untuk menjaga keseimbangan tugas dan wewenang di masing – masing lembaga.
Dalam perkembangannya, ketiga lembaga tersebut memiliki catatan tersendiri. Hal ini juga dikarenakan adanya perubahan sistem pemerintahan yang terjadi dalam kurun waktu 64 tahun sejak Indonesia merdeka. Masing – masing lembaga tersebut pernah mengalami perubahan, baik dalam hal kedudukan maupun tugas dan kewenangan.
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya hal tersebut adalah adanya perubahan dalam konstitusi atau UUD yang kita gunakan. Perubahan tersebut sangat mempengaruhi sistem pemerintahan seperti yang telah dikemukakan di atas. Hal yang paling dapat kita amati adalah bagaimana perubahan yang sangat signifikan terjadi setelah lengsernya era orde baru dan dilakukannya amandemen terhadap UUD kita. Perubahan tersebut dapat dilihat dari sistem ketatanegaraan kita, terutama yang menyangkut kedudukan dan kewenangan lembaga tinggi negara.
Lembaga yudikatif menjadi lembaga yang mengalami perubahan cukup signifikan dari segi kelembagaan, terutama karena dibentuknya lembaga – lembaga baru yang memiliki kewenangan tersendiri. Hal inilah yang kemudian melatar belakangi penulis untuk membuat suatu perbandingan antara kedudukan dan kewenangan lembaga tinggi yudikatif baik sebelum dan sesudah dilakukannya amandemen UUD 1945.
Adapun beberapa masalah yang akan dibahas tulisan ini adalah:
1.1.1 Bagaimana kedudukan dan kewenangan lembaga yudikatif sebelum amandemen UUD 1945?
1.1.2 Bagaimana perbandingan kedudukan dan kewenangan lembaga yudikatif terutama setelah dilakukannya amandemen UUD 1945?
2.1 Kedudukan dan kewenangan lembaga yudikatif sebelum dilakukannya amandemen UUD 1945.
Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, dikenal beberapa istilah kelembagaan yaitu lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Bahkan, dulu sebelum adanya amandemen UUD dikenal pula istilah lembaga tertingi negara dan lembaga tinggi negara. Semua lembaga tersebut memiliki tugas dan wewenang masing – masing yang diatur dalam konstitusi kita yaitu UUD 1945.
Pada pembahasan kali ini, hanya akan dibahas mengenai lembaga yudikatif. Meskipun demikian, Karena berbicara mengenai kedudukan, maka paling tidak akan disinggung pula mengenai lembaga – lembaga lain yang memiliki keterkaitan dan hubungan dengan lembaga yudikatif. Jadi secara umum yang perlu dibahas mengenai lembaga yudikatif baik sebelum maupun sesudah amandemen adalah kedudukan, kewenangan, serta lembaga apa saja yang termasuk dalam lembaga yudikatif.
Seperti telah dikemukakan di atas, sebelum adanya amandemen UUD 1945, sistem kelembagaan ketatanegaraan kita mengenal istilah lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi negara. Yang dimaksud lembaga tertinggi negara adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), dan yang termasuk sebagai lembaga tinggi negara adalah :
1. Presiden
2. Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
3. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
4. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
5. Mahkamah Agung (MA)
Berdasarkan kedudukan lembaga tersebut, maka Mahkamah Agung sebagai satu – satunya lembaga tinggi yudikatif, termasuk dalam lembaga tinggi negara.
Sebagai lembaga tinggi negara, tugas dan kewenangan Mahkamah Agung sebagai lembaga yudikatif sebelum amandemen UUD 1945 diatur dalam Pasal 24 UUD 1945. Mahkamah Agung adalah lembaga tinggi negara yang merupakan lembaga peradilan tertinggi di Indonesia. Oleh karena itu MA bertugas mengawasi kegiatan – kegiatan lembaga peradilan lain yang berada di bawahnya. Tugas MA tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 yang menetukan bahwa “kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain – lain badan kehakiman menurut undang – Undang.”
Mahkamah Agung dan badan – badan kehakiman lain bertugas menegakkan tertib hukum yang sudah digariskan oleh rakyat melalui wakil – wakilnya. Maka dalam menjalankan tugasnya, lembaga – lembga tersebut bebas dari pengaruh lembaga – lembaga lain (termasuk pemerintah). Dibebaskannya lembaga – lembaga penegak hukum tersebut dari pengaruh lembaga atau kekuasaan lain adalah untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan tugasnya. Dengan demikian diharapkan agar keputusan yang diambil melalui proses peradilan adalah keputusan yang adil bagi semua pihak.
2.2 Kedudukan dan kewenangan lembaga yudikatif sesudah adanya amandemen UUD 1945.
Setelah adanya amandemen UUD 1945 terjadi banyak perubahan dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia. Hal yang paling menonjol adalah dihapuskannya kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara serta adanya beberapa lembaga negara baru yang dibentuk, yaitu Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial. Adapun lembaga – lembaga yang tercantum sebagai lembaga tinggi negara menurut UUD 1945 yang telah diamandemen adalah :
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
2. Presiden
3. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
4. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
5. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
6. Mahkamah Agung (MA)
7. Mahkamah Konstitusi (MK)
8. Komisi Yudisial (KY)
Kedelapan lembaga negara tersebut merupakan lembaga negara yang kedudukannya sejajar satu sama lain. Dua lembaga yang baru dibentuk yaitu Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial merupakan lembaga yang masuk dalam lingkup lembaga yudikatif. Ini menandakan bahwa amandemen UUD 1945 memberikan pengaruh besar dalam sistem kelembagaan ketatanegaraan di Indonesia khususnya terhadap lembaga yudikatif. Selain itu, perubahan yang dimaksud dan diamanatkan oleh amandemen UUD 1945 juga terjadi pada kewenangan Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan tertinggi di Indonesia.
Terkait dengan kewenangan lembaga tinggi negara khususnya lembaga yudikatif, ada beberapa perubahan pada kewenangan lembaga negara UUD 1945 yang telah di amandemen yaitu :
1. Mahkamah Agung (MA)
Menurut Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 yang telah diamandemen, Mahkamah Agung adalah lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini diimplementasikan dengan kewenangan untuk mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah Undang-undang dan wewenang lain yang diberikan Undang-undang. (Pasal 24 A ayat (1) Perubahan ke III UUD 1945). Selain itu, menurut Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 yang telah diamandemen terdapat beberapa badan peradilan yang berada dibawah lingkup Mahkamah Agung meliputi :
1. Peradilan umum
2. Peradilan Agama
3. Peradilan Militer
4. Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN)
2. Mahkamah Konstitusi (MK)
Mahkamah konstitusi merupakan lembaga negara yang dibentuk setelah adanya amandemen UUD 1945. Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the guardian of the constitution). (Saiz, 2007) Tugas dan wewenang MK diatur dalam pasal 24 C ayat (1) dan (2) UUD NRI 1945 yaitu :
a. Menguji UU terhadap UUD
b. Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara.
c. Memutus pembubaran partai politikmemutus sengketa hasil pemilu
d. Memberi putusan atas pendapat DPR mengenai pelanggaran oleh presiden dan / atau Wakil presiden menurut UUD
Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh Mahkamah Agung, DPR dan pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga mencerminkan perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara yaitu yudikatif, legislatif, dan eksekutif.
3. Komisi Yudisial
Komisi yudisial yang lahir melalui amandemen ketiga UUD 1945 Pasal 24B, merupakan lembaga negara yang mandiri serta mempunyai kewenangan untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung dan wewenang lainnya dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan keluhuran martabat serta perilaku hakim. Walalupun komisi yudisial bukanlah penyelenggara kekuasaan kehakiman, namun KY memiliki peranan yang sangat penting dalam mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan bebas dari campur tangan penguasa.
Beberapa ketentuan yang menjadi dasar hukum Komisi Yudisial adalah :
1. Pasal 24A ayat (3) UUD 1945 yang telah diamandemen :
Calon hakim agung diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapat persetujuan dan ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.
2. Pasal 24B UUD 1945 :
(1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang mempunyai kewenangan untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung dan wewenang lainnya dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan keluhuran martabat serta perilaku hakim
3. UU No. 4 Tahun 2004 :
Pasal 34 ayat (1) : Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan hakim agung dilakukan oleh Komisi yudisial yang diatur dengan Undang – Undang.
Pasal 34 ayat (3) : Dalam rangka menjaga kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim agung dan hakim, pengawasan dilakukan oleh Komisi Yudisial yang diatur dalam Udang – Undang.
Berdasarkan dasar hukum tersebut, maka kewenangan Komisi Yudisial meliputi :
1. Mengusulkan pengangkatan hakim agung.
2. Menjaga dan menegakkan kehormatan keluhuran martabat serta perilaku hakim.
3. Memberi penghargaan kepada hakim yang berprestasi
DAFTAR PUSTAKA
Komisi Yudisial Indonesia. 2007, Booklet Komisi Yudisial Indonesia, Jakarta.
Komisi Yudisial Indonesia. 2007, Buku Saku Komisi Yudisial Indonesia, Jakarta.
Prodjohamidjojo, Martiman. 1984, Kekuasaan Kehakiman dan Wewenang untuk Mengadili, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Undang – Undang Dasar Republik Indonesia 1945 dan Perubahannya, Penabur Ilmu, Jakarta.