Sistem
hukum Afrika Selatan secara luas dikenal sebagai salah satu sistem hukum yang
didasarkan pada hukum Romawi-Belanda.
Alasannya historis. Pada
pertengahan abad ketujuh belas-, pemukim Belanda mulai menempati bagian dari
Afrika Selatan yang kini dikenal sebagai Tanjung Barat. Namun pada tahun 1806,
pasukan Inggris mengalahkan pemukim Belanda dan mengambil Tanjung Harapan
sebagai milik Inggris. Inilah yang kemudian menyebabkan hukum Afrika Selatan
dipengaruhi sejarah pemerintahan
kolonial berturut-turut yaitu dari hukum Belanda ke hukum Inggris.
Ketika
Inggris menguasai Cape pada tahun 1806 mereka tidak memaksakan sistem
substantif hukum mereka dalam cara yang
formal. Hal ini menyebabkan adanya sistem hukum campuran sisten hukum yang
berlaku di Afrika Selatan. Lebih uniknya lagi masih ada hukum adat yang
diberlakukan dalam hal – hal tertentu terutama yang menyangkut hukum keluarga.
Pemberlakuan ketiga hukum ini semakin menegaskan adanya pluralisme hukum di
Negara tersebut.
Indonesia
sendiri mengalami keadaan yang hampir serupa dengan Afrika Selatan. Meskipun
sudah memiliki hukum perdata yang telah terkodifikasi yaitu Kitab Undang –
undang hukum Perdata (KUH Perdata),
namun masih ada aturan – aturan lain yang mengatur tentang perdata, seperti
Undang – Undang Perkawinan, Undang – Undang Agraria, Hukum Perdata adat serta berbagai
peraturan lainnya.
Maka dari
itu, dalam tulisan ini, hanya akan dibahas mengenai perbandingan sistem
keperdataan antara Negara Indonesia dan Afrika selatan terutama yang menyangkut
sistem hukum campuran. Hal ini karena memilih wilayah
hukum terkait bukan tugas yang mudah sehingga perlu dipastikan apakah Negara
yang dimaksud benar- benar mengunakan sistem hukum perdata campuran atau tidak.
1.2
RUMUSAN MASALAH
Seperti
yang telah dikemukakan dalam halaman latar belakang, ada beberapa masalah yang
akan dibahas pada paper ini,yaitu:
1.2.1
Sistem hukum apa yang mempengaruhi
hukum perdata di Negara Afrika Selatan?
1.2.2
Bagaimana perbandingan sistem hukum
perdata di Afrika Selatan dengan Indonesia?
1.3
TUJUAN PENULISAN
1.3.1
Mengetahui sistem hukum perdata
di Negara Afrika Selatan
1.3.2
Mengetahui perbandingan antara sistem
hukum Perdata Indonesia dan Afrika Selatan.
1.4
METODE PENULISAN
Dalam penyusunan paper ini, penulis menggunakan metode
study kepustakaan dengan mencari bahan serta materi melalui beberapa buku yang
sudah diterbitkan. Selain itu penulis juga menggunakanm media internet untuk
mendapatkan materi tambahan serta artikel – artikel yang terkait untuk
mengembangkan pembahasan berdasarkan masalah- masalah yang ada.
BAB II
TINJAUAN UMUM
2.1 Tinjauan Umum Hukum di Afrika
Selatan
Afrika Selatan memiliki 'hybrid' atau 'sistem hukum campuran', yang terdiri dari
sejumlah tradisi hukum yang berbeda yaitu sistem hukum perdata yang diwarisi dari Belanda, sebuah sistem hukum umum yang diwarisi dari Inggris , dan hukum adat warisan sistem
dari Black (sering disebut sebagai hukum adat
Afrika). Sistem ini telah memiliki keterkaitan yang kompleks, dengan
pengaruh bahasa Inggris yang paling jelas dalam aspek prosedural dari sistem
hukum dan metode ajudikasi, dan Romawi-Belanda pengaruh yang paling
terlihat dalam hukum substantif pribadi.
Sumber
hukum yang berlaku Afrika Selatan adalah :
(1) hukum perundang-undangan yang dibuat oleh
badan legislatif (yang paling penting yang merupakan Konstitusi)
(2) hukum umum (yang mencakup Romawi-Belanda
'penguasa tua' dan preseden hukum diperoleh dari kasus hukum )
(3) hukum
adat Afrika
(4) asing
dan hukum internasional
Sumber
hukum yang mengikat atau otoritatif harus diikuti oleh hakim dalam membuat
keputusan, sedangkan sumber persuasif tidak mengikat pada keputusan mereka. Pengaruh
sumber otoritatif untuk keputusan tertentu tergantung pada jenis sumber, posisi
hakim dalam hirarki pengadilan, dan sumber-sumber lain yang relevan dengan
pertanyaan di tangan.
Sistem pengadilan di Afrika Selatan terorganisir secara hirarkis,
dan terdiri dari (dari terendah ke otoritas hukum tertinggi): Magistrates
'Courts, Pengadilan Tinggi, Pengadilan Banding Agung, otoritas tertinggi dalam
hal-hal non-Konstitusi, dan Mahkamah Konstitusi, yang otoritas tertinggi dalam
masalah-masalah konstitusional. Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan
terakhir untuk menentukan apakah suatu masalah Konstitusi atau tidak. pengadilan
khusus tertentu juga telah disediakan oleh badan legislatif, untuk menghindari
backlog dalam infrastruktur administrasi utama hukum di antaranya adalah
Pengadilan Klaim Kecil, yang menyelesaikan sengketa yang melibatkan jumlah
moneter kecil. Selain itu juga terdapat pengadilan adat Afrika, yang menangani
secara eksklusif dengan hukum adat.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Sistem Hukum Perdata di Afrika
Selatan
Sejarah hukum modern Afrika Selatan yaitu
prosedur hukum Afrika Selatan sejak sekitar 1827, belum diteliti secara
ekstensif. Para penulis utama yang berkonsentrasi pada subjek ini adalah
Erasmus, De Vos dan Van Loggerenberg. Para penulis menyatakan bahwa hukum acara perdata
Afrika Selatan yang berlaku sampai saat ini merupakan hukum Inggris, meskipun
model-Belanda Romawi mendominasi di bidang hukum perdata substantif.
Meskipun
hukum Romawi memerintah berlakui di Tanjung sampai awal abad ke 19, namun ini
berubah segera setelah Inggris mengambil alih koloni Cape dari Belanda untuk
kedua kalinya pada tahun 1806. Peralihan ini menimbulkan perubahan dalam fungsi
sistem pengadilan dan tampaknya model prosedural sipil dari Raad van Justitie
(High Judicial Council) di Tanjung, yang didasarkan pada model dari Hof van
Holland (Pengadilan provinsi Belanda) di Den Haag dan yang tahun 1580an
menimbulkan masalah serius saat terjadi peralihan sistem hukum.
Dari perspektif modern, fakta bahwa Pengadilan memainkan peran aktif
dalam melakukan tindakan – tindakan terutama yang terkait dalam hukum acara dan
menjalankan hukum substantif. Sebagai
contoh, pemeriksaan dari saksi yang tidak lakukan di pengadilan terbuka, tapi
secara pribadi oleh hakim, yang dikirimkan ke Pengadilan. Padahal dari
perspektif hukum Inggris, bukti pemeriksaan dan pemeriksaan silang saksi tidak
dilakukan oleh para advokat, tetapi oleh hakim, meskipun sederhana jelas dapat
dilihat terjadi suatu masalah.
Untuk memperbaiki situasi tersebut, yang disebut Piagam sehingga
Kehakiman, yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1828, direnovasi struktur
pengadilan, yang menjadi terpusat sesuai dengan model Inggris. Dalam piagam
ditetapkan bahwa pembelaan dan proses dari Mahkamah Agung yang baru dibentuk
dan Mahkamah Circuit harus dalam bahasa Inggris, dan bahwa Pengadilan dapat
bingkai aturan sendiri, perintah dan peraturan, memberikan aturan dan bentuk
praktek, proses dan melanjutkan telah dijadikan , sejauh keadaan koloni
diizinkan, dengan mengacu pada peraturan yang sesuai dan bentuk-bentuk
digunakan di Pengadilan Record di Westminster.
Pada tahun 1830, Ordonansi Nomor 72 dengan ketentuan bahwa
bukti-bukti hukum itu agar sesuai dengan praktek yang sama 'Pengadilan of
Record ini di Westminster', sedangkan juri sipil diperkenalkan di Cape pada
1854 (dihapuskan lagi di 1927). Apakah ini berarti bahwa Afrika Selatan harus
dikecualikan dari sebuah proyek penelitian berfokus pada sistem hukum campuran?
Ini tampaknya tidak menjadi masalah, karena hukum acara perdata Afrika Selatan
mempunyai berbagai aspek yang menarik dari sudut pandang perbandingan.
Hukum acara perdata Afrika Selatan adalah salah
satu sistem hukum umum pertama prosedur sipil yang tidak memiliki peraturan
prosedural terpisah untuk Hukum dan Ekuitas. Hal ini, tentu saja, tidak mengejutkan,
karena hukum substantif dari koloni Romawi-Belanda itu tetap berlaku setelah
Inggris mengambil alih. Setelah Perang Anglo-Boer Afrika Selatan (1899 -1902),
Britania Raya mengambil alih semua bagian Afrika Selatan, dan pada tahun 1910,
Uni Afrika Selatan dibentuk dengan empat provinsi: Tanjung, Natal, Orange Free
State, dan Transvaal. Setelah penggabungan ini, sistem hukum dari empat wilayah
dibuat lebih konsisten, sebagian melalui inovasi legislatif, dan sebagian lagi
melalui kegiatan Divisi Banding baru dari Mahkamah Agung, pengadilan tertinggi
negara-luas dalam segi 1909 UU Afrika Selatan.
Saat ini, banyak komentator menganggap sistem
hukum yang dihasilkan sebagai sistem hibrid benar-benar, campuran hukum Inggris
dan hukum sipil Belanda prinsip-Romawi. Sementara banyak doktrin-doktrin hukum
dan pengaturan hukum pada umumnya dapat ditelusuri ke warisan sipil, prosedur
pengadilan berutang banyak pada tradisi hukum umum, dengan sidang permusuhan,
laporan kasus rinci (yang meliputi penilaian dissenting), dan kepatuhan
terhadap preseden.
Sistem hukum formal didominasi oleh warisan
Eropa. Tentu saja, sebagian besar Afrika Selatan tidak keturunan Eropa. Selama
masa pemerintahan Inggris, suatu sistem "asli Administrasi 'didirikan.
Menurut kebijakan ini, masyarakat adat dapat memerintah diri mereka sendiri
sesuai dengan hukum adat dalam hal tertentu, misalnya untuk aturan perkawinan.
Negara kolonial mempertahankan yurisdiksi eksklusif atas hal-hal seperti
kejahatan serius. Masalah hukum adat diselesaiakn oleh kepala suku dan kepala
desa, dengan hak untuk naik banding ke Pengadilan Banding adat, yang dikelola
oleh hakim. Afrika Selatan mempertahankan sistem hukum yang plural, dengan
hukum adat yang tersisa sistem hukum bagi mereka yang ingin menjadi subyek itu.
3.2
Perbandingan sistem hukum perdata di Afrika Selatan dengan Indonesia
Perbandingan hukum
perdata Indonesia dan Afrika Selatan dapat dilihat dari beberapa sudut pandang,
yaitu :
1.
Sumber Sistem Hukum Perdata
Formal dan Materiil.
Seperti yang
telah dikemukakan di atas terdapat perbedaan mendasar antara hukum yang
digunakan di Afrika Selatan. Dalam hukum perdata materiil / substantive
diberlakukan hukum Belanda / Romawi sedangkan dalam pelaksaannya, (hukum
formal) masih menggunakan Hukum Inggris. Hal ini dikarenakan latar belakang
sejarah terutama pada masa penjajahan yang terjadi di negara tersebut. Meskipun
dalam beberapa kasus dilakukan suatu penyesuaian antara kedua sumber hukum
tersebut.
Indonesia
sendiri memilki hukum Perdata yang sama – sama bersumber dari Hukum Belanda,
yaitu Burgelijk Wetboek yang berlaku berdasarkan asas konkordasi. Perbedaannya,
dalam hukum formal, Indonesia juga bersumber dari hukum Belanda yaitu Het
Herziene Inlandsh Reglement/HIR, dsb.
2.
Kedudukan hukum adat dalam sistem
keperdataan
Indonesia dan
Afrika Selatan sama – sama memberlakukan hukum adat dalam sistem hukum perdata.
Di Afrika Selatan, hukum adat khusus diberlakukan untuk perkawinan, sedangkan
di Indonesia hukum adat diberlakukan disamping hukum perdata Nasional yang
sudah terkodifikasi yaitu KUH Perdata.
3.
Sistem hukum campuran
Pemberlakuan sistem
hukum campuran dalam hukum perdata terkadang memiliki kekurangan tersendiri
dalam pelaksanaan di lapangan. Di Afrika Selatan, adanya perbedaan antara
sumber sistem hukum materiil dan hukum formil sempat menimbulkan permasalahan
dalam penyelesaian kasus perdata. Sedangkan di Indonesia, Perbedaan sistem hukum
yang ada tidak terletak pada hukum materill dan formil, melainkan pada beberapa
peraturan di bidang perdata diluar KUH Perdata. Namun hal tidak merupakan
masalah karena adanya asas lex specialis
derogate lex generalis. sehingga aturan hukum yang tidak diatur di KUH
Perdata dapat diambil dari peraturan lain seperti Undang – undang No 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan, UU Agraria, dan aturan – aturan lainnya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 SIMPULAN
1. Sesuai
dengan latar belakang sejarahnya, terutama pada masa penjajahan, hukum di
Afrika Selatan lebih dipengaruhi oleh hukum Inggris dan Belanda. Dalam hukum
Perdata Materiil, lebih didominasi hukum Romawi/Belanda, sedangkan dalam
pelaksaan hukum formalnya, masih menggunakan common law Inggris. Disamping itu,
khusus dalam hukum perkawinan di Afrika Selatan menggunakan Hukum adat
setempat.
2. Perbandingan antara sistem hukum perdata Indonesia dan
Afrika Selatan dapat dilihat dari sumber sistem hukum perdata formal dan
materiil yang digunakan, kedudukan hukum perdata adat dan sistem campuran yang
digunakan dalam sistem hukum perdata.
3.2 Saran – saran
Pada akhir
penulisan ini penulis ingin menyampaikan saran sebagai berikut :
1.
Sistem hukum perdata yang ada
di Indonesia sudah cukup baik, hanya saja perlu disesuaikan kembali berbagai aturan yang berada di luar
Kitab Undang – Undang Hukum Perdata sehingga tidak terjadi tumpang tinding
dalam pengaturan hukum perdata di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Hukum
Afrika Selatan - Wikipedia Bahasa Melayu, ensiklopedia bebas
en.wikipedia.org/wiki/Law_of_South_Africa
Southern
Cross: Hukum Perdata dan Hukum Umum di Afrika Selatan
GlobaLex
- Meneliti Hukum Afrika Selatan
Perundang-undangan
Afrika Selatan (Lexadin)
www.lexadin.nl/wlg/legis/nofr/oeur/lxwezaf.htm