Peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba di Indonesia saat ini mengalami
peningkatan yang luar biasa. Setelah sebelumnya Indonesia hanya merupakan
negara transit, saat ini Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi
tujuan dari peredaran gelap narkoba dan sebagai sumber (lokasi produksi)
narkoba.
Trend penyalahgunaan dan peredaran narkoba saat ini jangkauan
permasalahannya semakin rumit dengan ditemukannya beberapa fakta di masyarakat
yang antara lain : kecenderungan usia tingkat pemula penyalahgunaan narkoba
yang semakin muda, tingginya angka penyalahgunaan narkoba dan yang lebih
membuat cemas adalah tidak sedikit dari para pelaku penyalahgunaan narkotika
dan psikotropika tersebut adalah warga negara asing (WNA).
Hal inilah yang kemudian melatarbelakangi penulis untuk mengetahui sejauh
mana perkembangan kasus penyalahgunaan narkotika dan psikotropika di Indonesia
tertutama yang melibatkan WNA, perkembangan yang dimaksud disini akan lebih
ditekankan pada peredaran narkoba dan penyelesaian kasus para WNA tersebut.
1.2
RUMUSAN MASALAH
Seperti yang telah dikemukakan dalam halaman latar belakang, ada beberapa
masalah yang akan dibahas pada paper atau karya tulis ini,yaitu:
1.2.1
Bagaimanakah peredaran
gelap narkotika dan psikotropika yang dilakukan oleh para WNA?
1.2.2
Bagaimana
penyelesaian kasus para WNA tersebut serta hal – hal apa yang terkait dalam
penegakan hukum bagi para WNA tersebut?
1.3
TUJUAN
PENULISAN
Sesuai dengan
apa yang telah dijelaskan dalam latar-belakang di atas, penyusunan paper ini
bertujuan untuk memahami lebih jauh situasi masalah narkoba di Indonesia
terutama yang melibatkan WNA. Pemahaman ini menjadi penting sehubungan dengan
pengembangan suatu upaya strategis pencegahan dan penanggulangan masalah
narkoba yang telah merupakan kasus internasional. Secara lebih spesifik, penyusunan
paper ini bertujuan untuk:
1.3.1
Mengetahui bagaimana
peredaran gelap narkotika dan psikotropika di Indonesia
1.3.2
Mengetahui penyelesaian
kasus nakoba yang melibatkan para WNA
1.4 MANFAAT PENULISAN
1.4.1
Dapat
meningkatkan pemahaman mengenai peredaran gelap narkotika dan psikotropika
1.4.2
Dapat
berfungsi sebagai bahan analisa terhadap berbagai penyelesaian kasus yang
melibatkan WNA khususnya yang terkait dengan penyalahgunaan narkotika dan
psikotropika.
1.5 METODE PENULISAN
Dalam penyusunan paper ini, penulis
menggunakan metode study kepustakaan dengan mencari bahan serta materi melalui
beberapa buku yang sudah diterbitkan. Hal ini dilakukan untuk mengembangkan
pemahaman dan juga mengembangkan pembahasan berdasarkan masalah- masalah yang
ada. Disamping itu, penggunaan media internet dalam penyusuan paper ini
bertujuan untuk menambah materi – materi terutama yang lebih aktual dalam
konteks penyalahgunaan narkotika dan psikotropika.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Peredaran gelap
narkotika dan psikotropika oleh para W NA
Sebelum melangkah lebih jauh untuk mengetahui peredaran
gelap narkotika dan psikotropika oleh para WNA, ada baiknya dibahas lebih dulu
mengenai perkembangan kasus narkoba di Indonesia saat ini.
Perkembangan kasus narkoba di Indonesia saat ini mengalami peningkatan
yang cukup signifikan. Sebelumnya Indonesia hanya merupakan negara transit tapi
saat ini Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi tujuan dari
peredaran gelap narkoba dan sebagai sumber (lokasi produksi) narkoba. Ditemukannya
beberapa laboratorium untuk pembuatan bahan psikotropika, pabrik ekstasi dan
shabu memang merupakan suatu prestasi yang menonjol bagi Satgas Narkoba dan
BNN. Namun demikian, sulitnya pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkoba tidak terlepas dari kuatnya jaringan dan besarnya nilai bisnis
terlarang ini. Diperkirakan perputaran uang bisnis narkoba di tingkat
dunia mencapai USD 400 miliar pertahunnya,
sementara di Indonesia perputaran uang bisnis narkoba yang dijadikan sarana
pencucian uang mencapai Rp300 triliun pertahun. Oleh karena itu, meskipun telah
puluhan orang dieksekusi mati dan menunggu proses eksekusi mati, bisnis narkoba
ini tidak kunjung mereda, bahkan semakin meningkat dengan modus yang semakin
bervariasi.
Salah satu
paradigma yang marak terjadi belakangan ini adalah keterlibatan WNA dalam peredaran gelap serta
penyalahgunaan.narkotika dan psikotropika. Tersangka narkoba dari kalangan WNA meningkat
setiap tahun, hal itu mengindikasikan sindikat peredaran gelap narkoba di Tanah
Air digerakan oleh organisasi internasional dengan dukungan dana yang tidak
terbatas, sarana teknologi canggih dan dijalankan oleh tenaga profesional
dengan jaringan yang luas. Indonesia rawan terhadap peredaran narkoba dan bentuk kejahatan transnasional
lainnya. Hal itu dilatarbelakangi oleh bentuk negara kepulauan dengan pantai
yang terbuka dan posisi silang Indonesia
sebagai jalur perdagangan lintasan. Faktor penunjuang lain adalah jumlah
penduduk yang besar dan penerapan sistem pedagangan yang terbuka. Jaringan
perdagangan gelap narkotika yang melalui negara ini, bisa diungkap Polri antara
lain berasal dari sindikat ''Black African''. Mereka biasanya menyelundupkan
narkotika jenis heroin dari Thailand, Laos, dan Myanmar dengan menggunakan
kurir dari Nepal, Thailand, dan orang Indonesia sendiri. Selain WNA dari
afrika, Australia merupakan
salah satu “penyumbang” tersangka kasus narkoba di Indonesia. Hal ini bisa dilihat
dari banyaknya kasus narkoba terutama di Bali
yang melibatkan WNA Australia. Mulai dari Corby, hingga “Bali Nine” yang sempat
menggegerkan kepolisian daerah Bali.
Selain itu, berkaitan dengan semakin canggihnya
modus pengiriman ditengarai beberapa negara juga menjadi pemasok tetap
barang-barang haram tersebut. Negara-negara pemasok ini bahkan bisa dibilang
mempunyai wilayah kerja tertentu. Untuk jenis mariyuana, diketahui Australia
adalah pemasok utamanya. Sedangkan jenis heroin biasa dipasok dari kawasan segi
tiga emas seperti Myanmar, Thailand, dan Laos.
Adapun untuk jenis kokain,
biasanya didatangkan dari Amerika Latin, seperti Kolombia dan Brasil. Sedangkan
untuk ekstasi dan sabu, sampai saat ini, China, Hong Kong, dan Taiwan masih
merajai. Dan Indonesia sendiri, justru dikenal sebagai penghasil ganja. Hal
inilah yang kemudian menguatkan opini bahwa Indonesia bukan lagi sebagai daerah
transit narkoba melainkan juga sebagai produsen dari narkoba itu sendiri.
2.2
PENYELESAIAN DAN PENEGAKAN HUKUM BAGI TERSANGKA KASUS NARKOBA YANG MELIBATKAN
PARA WNA
Dalam pembahasan mengenai
penegakan hukum dan penyelesaian kasus penyalahgunaan narkotika dan
psikotropika, penulis akan membaginya menjadi 2 sub pembahasan dengan tujuan
untuk memberikan suatu pembahasan yang lebih spesifik mengenai penegakan hukum
dan penyelesaian kasus penyalahgunaan narkotika dan psikotropika.
2.2.1
Pola “bermain” dalam penegakan hukum bagi tersangka kasus narkoba yang
melibatkan para WNA
Memberantas
peredaran narkoba di Bali dan Indonesia
sudah menjadi komitmen kepolisian, BNN / BNK, dan berbagai pihak yang peduli
terhadap hal ini. Namun sayangnya, setelah melalui proses hukum justru terjadi
berbagai kejanggalan yang bisa sangat mengagetkan. Ini riil, nyata dan bukan
rahasia umum lagi. Disparatis atau perbedaan perlakuan jatuhnya vonis sudah
lazim terjadi di meja hijau. Terlebih terhadap warga negara asing yang
“berkantong tebal”. Pasal mudah diatur bahkan dibelokkan ke pasal lain kalau
perlu. Ini seolah sudah diatur sejak terdakwanya diproses di kepolisian. Untuk
kasus narkotika golongan satu misalnya,. Meski nyata-nyata tertangkap tangan,
sejak di polisi sudah disetel. Misalnya dengan memasang “pasal-pasal karet”
atau pasal-pasal lentur untuk rekayasa. Kalau di jaksa dikenal dengan pasal
dakwaan primer, subsider dan lebih subsider. Posisi pasal bisa dibolak-balik,
digonta-ganti, sekehendak hati.
Hal ini bila
tidak ditindak lanjuti jelas akan menjadi suatu boomerang bagi citra penegak
hukum di Indonesia.
Maka dari itulah penulis berpikir perlu untuk membahas mengenai hal ini untuk
menginformasikan mengenai modus serta peluang – peluang permainan dalam
penyelesaian kasus narkoba.
PELUANG dan MODUS
“ BERMAIN” Kasus NARKOBA*
Di Lembaga Kepolisian
Mengubah cerita kejadian
Mengubah barang bukti
Bermain pasal-pasal (misalnya dari pengedar, jadi pemakai. Juga positif pemakai
jadi negative dan sebagainya)
Mengatur pemilihan pengacara agar bisa diajak “bermain”
Di Lembaga Kejaksaan
Bermain pasal-pasal
Berkomplot dengan pengacara untuk mengatur putusan
Mengatur lobi persidangan, pembuktian pasal, memunculkan surat dokter dengan pengacara dan hakim.
Negosiasi tuntutan (biasanya kasus yang kurang menjadi sorotan public, dengan
terdakwa “basah”)
Di Lembaga Kehakiman
Membelokkan pembuktian (Misalnya dari pengedar jadi pemakai)
Jual beli vonis hukuman
Di Lingkungan Lapas
Lewat pemberian remisi besar (HUT kemerdekaan dan hari besar)
Kongkalikong transaksi jual-beli narkoba dari balik bui.
* Sumber : Radar Bali 24/09/2007
2.2.2
Pemberian hukum mati bagi tersangka kasus narkoba yang melibatkan
para WNA
Selama
ini, hukuman mati memang kerap dijadikan sebagai pilihan terakhir dalam
memvonis suatu kasus, baik itu pidana dan termasuk dalam kasus narkoba itu
sendiri. Sebenarnya layakkah seorang terdakwa kasus narkoba mendapatkan hukumn
mati? Dan mampukah hukuman mati ini memberikan efek jera bagi para pelakunya?
Hal ini memang masih menjadi pertanyaan tersendiri di kalangan penegak hukum.
Namun jika dilihat kembali dalam putusan MK beberapa waktu lalu, hukuman mati
memang disahkan oleh MK.
Lantaran terikat
dengan konvensi internasional tentang narkotika, Indonesia tetap memberlakukan
hukuman mati. MK dalam
putusannya, menyatakan bahwa hukuman
mati dalam UU Narkotika tidak bertentangan dengan hak hidup yang dijamin UUD
1945 lantaran jaminan hak asasi manusia dalam UUD 1945 tidak menganut asas
kemutlakan. Menurut Mahkamah, hak asasi yang dijamin pasal 28A hingga 28I
UUD 1945 sudah dikunci oleh pasal 28J yang berfungsi sebagai batasan. Hak asasi
dalam konstitusi mesti dipakai dengan menghargai dan menghormati hak asasi
orang lain demi berlangsungnya ketertiban umum dan keadilan sosial. Dengan
demikian, hak asasi manusia harus dibatasi dengan instrumen Undang-Undang.
Alasan pertimbangan putusan salah satunya karena
Indonesia telah terikat dengan konvensi internasional narkotika dan
psikotropika yang telah diratifikasi menjadi hukum nasional dalam UU Nomor 22
Tahun 1997 tentang Narkotika. Sehingga, menurut putusan MK, Indonesia justru
berkewajiban menjaga dari ancaman jaringan peredaran gelap narkotika skala internasional,
yang salah satunya dengan menerapkan hukuman yang efektif dan maksimal. Dalam
konvensi itu, Indonesia telah mengakui kejahatan narkotika sebagai kejahatan
luar biasa serius terhadap kemanusiaan (extra ordinary) sehingga
penegakannya butuh perlakuan khusus, efektif dan maksimal. Salah satu perlakuan
khusus itu, menurut MK, antara lain dengan cara menerapkan hukuman berat yakni
pidana mati.
Dengan menerapkan hukuman berat melalui pidana
mati untuk kejahatan serius seperti narkotika, MK berpendapat, Indonesia tidak
melanggar perjanjian internasional apa pun, termasuk Konvensi Internasional Hak
Sipil dan Politik (ICCPR) yang menganjurkan penghapusan hukuman mati. Bahkan MK
menegaskan, pasal 6 ayat 2 ICCPR itu sendiri membolehkan masih
diberlakukannya hukuman mati kepada negara peserta, khusus untuk kejahatan yang
paling serius.
Kemudian yang menjadi permasalahan, mampukan
hukuman mati ini memberi efek jera bagi para pelaku penyalahgunaan narkotika
dan psikotropika? Hal ini sepenuhnya tidak dapat dijawab, mengingat selama ini
sudah banyak pelaku penyalahgunaan narkotika dan psikotropika yang dieksekusi
dan menunggu eksekusi, namun peredaran dan jumlah pelaku yang tertangkap justru
semakin banyak. Bukan bermaksud mengurangi efek jera dari hukuman mati ini,
tapi memang itulah kenyataannya. Namun bagaimana pun juga, hukuman mati memang
hukuman yang paling berat yang layak untuk dijatuhkan bagi para pelaku penyalahgunaan
narkotika dan psikotropika.
Disamping hukuman mati, pemerintah dan segenap
penegak hukum masih mempunyai suatu alternatif yakni pencegahan masuknya
narkoba melalui pintu – pintu masuk Indonesia, misalnya Bandara, pelabuhan, dan
daerah perbatasan lainya. Untuk hal ini, jelas peran dari petugas keamanan
pelabuhan, bea cukai serta polisi perbatasan untuk berperan lebih efektif dalam mencegah
peredaran gelap narkoba ke Indonesia, disamping pembenahan fasilitas seperti
X-Ray di bandara dan fasilitas security lainnya
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah serta pembahasan yang telah diuraikan di atas
maka dapat disimpulkan bahwa:
1)
Saat
ini Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi tujuan dari peredaran
gelap narkoba dan sebagai sumber (lokasi produksi) narkoba, yang mana hal ini
didukung oleh letak geografis serta mudahnya akses dan luasnya jaringan yang
dimiliki oleh para pengedar narkoba asing.
2)
Dalam praktek
penegakan hukum khususnya penyelesaian kasus penyalahgunaan narkotika dan psikotropika, masih
banyak ditemui hal – hal ditengarai sebagai ”permainan” dari beberapa oknum
tertentu. Disamping itu, penerapan hukuman mati merupakan hal yang paling
efektif untuk memberikan efek jera bagi para pelaku penyalahgunaan narkotika
dan psikotropika.
Saran
– saran
Pada akhir penulisan ini penulis ingin menyampaikan saran kepada
1) Seluruh pembaca agar senantiasa dapat meningkatkan pemahaman tentang tindak pidana
narkotika dan psikotropika sehingga segala perkembangan mengenai hal ini dapat
diketahui dan berguna dalam upaya pengembangan strategis pencegahan peredaran
gelap narkoba
2) Kepada pihak Universitas terutama Dosen mata
kuliah tindak pidana narkotika dan
psikotropika agar dapat lebih “mengantarkan” mahasiswa memahami perkembangan
mata kuliah ini, karena kami menyadari pemahaman kami masih belum begitu
mendalam.
DAFTAR PUSTAKA
id.wikipedia.org/wiki/narkotika