Menjelang peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia : Mungkinkah Masyarakat Indonesia Terbebas dari Ketergantungan Rokok?

Oleh : I Komang Edy Mulyawan


Pagi tadi saat sedang menonton acara berita di salah satu televisi swasta nasional, ada satu hal menarik yang manyita perhatian saya. Disana dikabarkan tentang acara fun bike (sepeda santai) yang diadakan oleh Komisi nasional pengendalian tembakau dalam rangka memperingati sebagai hari tanpa tembakau sedunia (HTTS) pada tanggal 31 Mei.


Hal yang masih menyita perhatian saya sampai saat ini bukan mengenai kegiatan yang dilaksanakan di Monas dan Bundaran Hotel Indonesia tersebut, melainkan beberapa fakta dan ilustrasi yang disampaikan oleh narasumber dalam acara tersebut. Fakta - fakta tersebut meliputi jumlah perokok di Indonesia yang cenderung mengalami peningkatan, bahkan yang lebih mengejutkan bagi saya adalah mengenai sasaran konsumen yang dituju oleh para produsen rokok, yang bukan lagi pria dan kalangan remaja, melainkan kalangan perempuan.

Dalam benak saya pun timbul berbagai pertanyaan. Separah itukah bisnis rokok saat ini? Tidak adakah upaya dari pemerintah untuk menekan jumlah perokok di Indonesia?Terlepas dari berita tersebut, saya secara pribadi sangat menyayangkan keadaan ini, apalagi dengan melihat kondisi perekonomian masyarakat yang sebagian besar masih dalam kategori "miskin". Lebih disayangkan lagi jumlah perokok justru banyak terdapat pada masyarakat kategori tersebut.

Inilah realita yang terjadi saat ini. Rokok seolah - olah telah menjadi makanan utama bagi sebagian kaum kurang mampu yang ada di Indonesia. Kita pun tidak dapat menyalahkan mereka sepenuhnya. Rokok mungkin dipercaya sebagai pelarian atas tekanan hidup yang mereka alami. Dengan menghisap rokok, setidaknya mereka menjadi lebih tenang dalam melewati hari - hari mereka.

Sering kali saya melihat di lingkungan rumah saya di daerah Denpasar seorang pemulung yang sedang beristirahat pada siang hari. Entah dia sudah makan siang atau belum tapi yang pasti saat itu dia sangat menikmati sebatang rokok yang sebelumnya ia bungkus dengan plastik dan disimpan di kantong bajunya. Dengan tatapan mata yang menerawang dia menghisap rokok sambil menunggu istrinya yang sedang memungut beberapa botol plastik di sudut lain jalan itu. Entah apa yang sedang dia pikirkan saat itu, namun itulah sebuah gambaran betapa rokok telah menjadi teman setia sebagian besar kaum yang terpinggirkan di Indonesia.

Lalu bagaimana dengan pemerintah? Cukup sadarkah pemerintah dengan keadaan ini? atau justru tengah terjadi proses pembiaran yang dikarenakan kurang pekanya pemerintah dengan hal - hal yang menyangkut kehidupan rakyatnya?

Seandainya saja pemerintah bisa menunjukkan kepekaannya terhadap keadaan ini, mungkin akan ada sedikit perubahan bagi mentalitas masyarakat Indonesia. Seperti yang kita ketahui, rokok saat ini tidak hanya mengancam kehidupan melalui berbagai penyakit yang dibawanya melalui nikotin dan tar yang dikandungnya, tapi rokok juga mengancam kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia.
bayangkan saya sebatang rokok yang dibakar/dihisap sama saja dengan membakar uang. Apabila kita kalkulasi dengan perkiraan satu bungkus rokok dengan harga kurang lebih 10 ribu rupiah, dikalikan 30 hari dikalikan 12 bulan dan dikalikan 10 tahun, itu sudah mencapai Rp.36.000.000, - (TIGA PULUH ENAM JUTA RUPIAH!!!)

Saya rasa itu cukup untuk biaya pendidikan anak setidaknya sampai tingkat SMA. hal itu belum termasuk orang - orang yang menghisap lebih dari satu bungkus rokok sehari.
Besarnya ancaman yang ditimbulkan oleh rokok harusnya bisa menjadi bahan pemikiran bagi para pengambil kebijakan saat ini. Pemerintah hendaknya dapat menyebarkan informasi bahaya merokok sejak dini, tidak hanya melalui slogan - slogan melainkan melalui gambar - gambar kerusakan organ tubuh yang ditimbulkan oleh kandungan dalam rokok.

Selain itu pemerintah seharusnya semakin membatasi iklan - iklan rokok yang mengundang keinginan masyarakat untuk membeli rokok. Dari segi ekonomi, pemerintah bisa memperketat masuknya rokok ke dalam negeri dengan meningkatkan biaya cukai rokok sehingga masyarakat akan mempertimbangkan uangnya untuk membeli rokok dengan harga yang lebih mahal. Ini akan jauh lebih baik dibanding menaikkan harga premium atau harga minyak tanah. (....???)

Bagaimanapun juga ancaman rokok merupakan tanggung jawab kita bersama. Semua pihak hendaknya menyadari bahwa rokok begitu merugikan dan hanya menguntungkan para produsen rokok hingga mereka mampu menjadi salah satu orang terkaya di Indonesia. (...???). Saya juga menyambut baik upaya MUI yang sempat mengeluarkan fatwa haram merokok, namun sekali lagi, semua harus diawali dengan kesadaran individu dan semoga saja Indonesia mampu mengurangi jumlah perokok dalam kurun waktu beberapa tahun kedepan.

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | Macys Printable Coupons