Oleh : I Komang Edy Mulyawan
Kekecewaan atas berbagai persoalan yang tak kunjung henti di negeri ini membuat masyarakat mulai enggan dan terkesan apatis dengan proses pemilihan umum yang akan diadakan bebrapa waktu kedepan. Beberapa pihak mengatakan tidak akan menggunakan hak pilihnya untuk menetukan pemimpin selama 5 tahun kedepan. Bahkan sosok seperti Gus Dur pun mengklaim akan “golput” bila memang seandainya tidak ada sosok pemimpin yang mampu memecah krisis kepemimpinan di negeri ini. Ini jelas akan sangat merugikan, mengingat beliau masih merupakan tokoh nasioal yang memiliki basis masa tradisional yang cukup kuat.
Terlepas dari jumlah golput yang akan terjadi pada pemilu nanti, terdapat pula wacana yang berkembang di masyarkat mengenai kemunculan tokoh muda sebagai calon pemimpin. Ini merupakan sebuah wacana yang menarik apalagi disandingkan dengan opini masyarakat yang mayoritas mengatakan masih kecewa karena belum berhasilnya pemimpin saat ini dalam mengelola pemerintahan dan mensejahterakan seluruh rakyatnya. Wacana ini terus berkembang seiring makin dekatnya pemilihan legislatif maupun pemilihan presiden yang rencananya akan digelar bulan Juli nanti. Partai politik semakin gencar melakukan manuver – manuver politik dengan “menjual” isu – isu perubahan oleh para tokoh muda pada masyarakat. Siapapun tidak bisa menyalahkan berkembangnya wacana ini, karena inilah salah satu bentuk pendewasaan masyarakat dalam berpolitik sekaligus bentuk kekecewaan atas sikap dan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah saat ini.
Namun selain pendewasaan dalam berpolitik, masyarakat sendiri hendaknya menanamkan suatu pemahaman bahwa tokoh muda bukanlah satu – satunya solusi atas berbagi persoalan yang menimpa bangsa ini. Masyarakat harus mulai mengkaji berbagai persoalan yang sesungguhnya saling terkait satu sama lain. Persoalan yang mungkin menjadi unsur utama adalah minimnya kajian – kajian yang dilakukan pemimpin atas persoalan bangsa serta kurangnya komitmen pemimpin saat ini untuk membangun bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar. Inilah yang kemudian menimbulkan adanya masalah baru di berbagai sektor seperti ekonomi, pendidikan, penegakan hukum, kesejahteraan sosial (angka kemiskinan yang masih tinggi, pengangguran), serta belum lagi masih maraknya perilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme yang dilakukan para elite di negeri ini, yang jelas – jelas didasari kepentingan politik semata.
Berbagai masalah diatas patut dijadikan cerminan oleh para calon pemimpin khususnya pemimpin muda. Bangsa ini memang membutuhkan adanya pemimpin yang mampu membawa perubahan, seorang pemimpin baru yang tidak mewarisi rusaknya pola kepemimpinan lama. Seperti halnya sebuah sistem, memasukan suatu perangkat baru akan memberikan perubahan dalam proses yang telah berjalan selama ini. Para calon pemimpin masa depan tersebut dituntut untuk mengkaji masalah dari berbagai sisi. Ini mutlak diperlukan dalam upaya menemukan solusi yang tepat untuk menuntaskan, atau paling tidak mengurangi beban yang harus dipikul rakyat saat ini. Maka dari itu, calon pemimpin masa depan (baca : pemimpin muda) patut mempersiapkan suatu model kepemimpinan yang akan diterapkan untuk “mengelola” pemerintahan yang mampu meng-implementasikan segala kebijakan yang pro rakyat. Beberapa hal yang mungkin harus dipersiapkan dan menjadi perhatian dari para calon pemimpin masa depan tersebut adalah :
- Memiliki visi dan pandangan yang jelas mengenai arah tujuan pembangunan bangsa ini kedepan. Ini akan kembali terkait dengan komitmen dari seorang pemimpin, karena dengan itulah seorang pemimpin mampu memahami apa yang menjadi tujuan dari kepemimpinannya.
- Mampu merancang organisasi yang dijalankan sesuai dengan sistem yang diperlukan. Ini mungkin terfokus pada pemilihan SDM yang akan mendukung jalannya kepemimpinan. Salah satu contoh adalah bagaimana orang – orang yang memiliki keahlian khusus sangat mutlak diperlukan di kementrian dalam upaya menangani persoalan yang akan dihadapi. (right man in the right place). Ini akan merubah citra “bagi-bagi jatah” yang selama ini melekat di pembentukan kabinet yang lebih didasari unsur politis.
- Mampu mengoptimalkan upaya peningkatan kualitas SDM. Sektor – sektor seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, termasuk pembinaan mental dan kepemimpinan akan lebih lebih efektif dalam peningkatan kualitas hidup masyarakat di jangka panjang. Meskipun terasa sulit, tapi ini menuntut kemampuan pemerintah dalam menyusun kebijakan anggaran.
- Mampu memposisikan diri sebagai sosok yang mampu memimpin dan mampu bekerja, bukan sebagai sosok pemimpin yang populer. Keberhasilannya dalam memimpin akan mendapat apresiasi lebih dari masyarakat, dibanding hanya mengandalkan popularitas yang berujung pada kepentingan kekuasaan.
- Mampu bersikap transparan dan senantiasa memberi motivasi serta menanamkan keyakinan pada masyarakat. Seperti kata pepatah “tan hana wong sakti sinunggil” tidak ada seseorang yang sakti sendirian. Maka dari itu, pemimpin masa depan harus mampu menerima arti sebuah kebersamaan dan tidak hanya menempatkan diri sebagai pemimpin, tapi juga “pelayan” dari masyarakat itu sendiri.
Siapapun yang menjadi pemimpin di masa depan, haruslah memiliki sebuah komitmen yang jelas dalam kepemimpinannya. Saya mengutip semboyan dari Ki Hajar Dewantara yaitu : ing ngarso sun tolodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani, yang secara substansial cukup mewakili 5 point di atas. Selain itu, pemerintah saat ini dapat menjadikan ini sebagai refleksi diri menuju sebuah perubahan yang lebih baik. Maka dari itu, sebagai bangsa yang berdemokrasi sudah seharusnya pemimpin muda diberi kesempatan untuk memimpin bangsa ini. Hanya saja ini akan menjadi sulit melihat sistem politik yang ada saat ini, yang tidak memberi ruang gerak pada munculnya tokoh – tokoh baru akibat kepentingan para elite politik. Namun sebagai sebuah saran dalam tulisan ini, masyarakat hendaknya tidak terjebak dalam wacana kepemimpinan tua – muda. Yang terpenting adalah bagaimana kita menemukan akar dari permasalahan bangsa dan mencarikan solusi yang tuntas atas persoalan tersebut. Dan bagaimanapun juga, terlepas dari konteks tua-muda, para generasi muda harus mulai berjuang dari bawah, mengembangkan potensi diri dan mengukir prestasi, sebagai “modal awal” sebelum mendapat keyakinan dari masyarakat untuk memimpin negara ini, karena para pemimpin mudalah yang akan menjadi harapan masyarakat di masa depan.
Denpasar, Maret 2009
* Penulis adalah mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Denpasar



Posted in: