Pemuda dan Bahasa Persatuan (sebuah sumpah, kebutuhan, dan kebanggaan)

Oleh : I Komang Edy Mulyawan




Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe, Tanah Indonesia.

Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Berbangsa Jang Satoe, Bangsa Indonesia.

Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa Indonesia.

(Sumpah pemuda, 28 Oktober 1928)

Kita semua tahu bahwa sejarah telah mencatat sumpah pemuda pemudi Indonesia pada masa itu dan membuktikan bagaimana generasi muda telah menunjukkan diri sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Sebuah generasi yang selalu identik dengan semangat,  perjuangan, dan keinginan untuk menunjukkan jati diri. Kita tidak akan bisa memungkiri bahwa generasi muda memegang peranan penting dalam perjalanan bangsa ini. Sebelum proklamasi kemerdekaan hingga era reformasi saat ini keberadaan generasi muda seolah menjadi hal yang tidak tepisahkan.

Generasi muda sebenarnya  memiliki potensi yang sangat luar biasa. Kita sudah menyaksikan bagaimana generasi muda Indonesia menunjukkan kemampuannya dengan menjuarai berbagai ajang kejuaraan tingkat dunia seperti olimpiade sains atau perlombaan lain yang sejenis. Dengan usia yang relatif masih produktif dan didukung dengan gagasan – gagasan yang inovatif, pemuda seharusnya dapat menjadi penggerak dari suatu dinamika masyarakat mengingat gagasan yang dimiliki oleh pemuda selalu terkait dengan keterbukaan dan fleksibelitas yang membuat generasi muda memiliki kemampuan untuk bersosialisasi dengan lebih mudah satu sama lain di masyarakat. Hal ini dikarenakan adanya semangat “kesatuan” yang biasanya selalu melekat dalam kehidupan mereka. Semangat itulah yang mungkin mengilhami para pemuda kita masa lalu. Sebuah semangat nasionalisasi yang kemudian menciptakan ikrar Sumpah Pemuda yang pada akhirnya menjadi sebuah ikrar yang begitu sakral. Namun pertanyaan besar muncul, masihkah para pemuda masa kini mengingat sumpah itu? Lalu bagaimana realita yang terjadi saat ini?

Tidak terlalu sulit untuk menentukan rasa nasionalisme generasi muda saat ini, Kita tidak  perlu menanyakan kesediaan mereka untuk berperang membela negara ini, melainkan cukup dengan menanyakan, masih banggakah kita dengan bahasa kita? Masih kuatkah bahasa Indonesia dalam pergaulan kehidupan kita di masyarakat?  Ini bukan bermaksud menyudutkan generasi muda yang mulai “meninggalkan” bahasa Indonesia, tetapi inilah kenyataannya. Hal ini seharusnya menjadi bahan instrospeksi generasi muda bahwa memang kita sudah mulai terkontaminasi oleh pengaruh bahasa asing yang terkadang membuat kita lebih “nyaman” menggunakan bahasa asing. Kasus seperti ini sering kita temui di masyarakat yang  biasanya berupa penyerapan kata – kata asing untuk membuat kesan lebih modern. Bahkan satu hal yang sungguh ironis menurut saya adalah adanya pemenang salah satu ajang kontes kecantikan nasional yang justru lebih fasih berbahasa asing dibanding bahasa Indonesia. Ini bahkan sudah menjadi kebiasaan dalam setiap ajang pemilihan semacam itu, ketika para peserta ingin menunjukkan “kelebihannya” melalui jawaban – jawaban yang disampaikan dalam bahasa asing. Kita tidak menganggap rendah rasa nasionalisme  mereka, tapi sebagai orang Indonesia, dan khususnya sebagai generasi muda Indonesia, kita harus menyadari betul hal ini. Jangan sampai menganak tirikan bahasa Indonesia apalagi menempatkan bahasa Indonesia berada dibawah dominasi bahasa asing di negeri sendiri. Kita tidak menutup diri terhadap adanya bahasa asing karena memang ini sudah menjadi tuntutan era globalisasi, namun yang perlu diperhatikan disini adalah bagaimana kita mengatur “porsi” dari penggunaan bahasa tersebut.

Lalu apa yang seharusnya dilakukan pemuda saat ini? Peran apa yang dapat diambil  generasi muda kita untuk “mempertahankan” sumpah pemuda khususnya bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan? Salah satu hal kecil yang dapat dilakukan adalah memulainya dari diri sendiri. Membiasakan diri untuk menggunakan bahasa Indonesia (dengan baik dan benar) serta menerapkannya dalam komunitas kita di masyarakat, secara tidak langsung akan membuat generasi muda kita mempertahankan bahasa Indonesia itu sendiri.

Generasi muda hendaknya menyadari bahwa Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan Indonesia memiliki peran yang sangat penting sebagai alat komunikasi antar daerah dan suku guna mengikis berkembangnya bibit – bibit pemikiran primordialisme. Indonesia memiliki potensi yang sangat besar terutama dalam hal kebudayaan daerah yang begitu beragam, serta karakteristik masyarakat adat yang berbeda di tiap – tiap daerah. Karakter tersebut juga menimbulkan perbedaan bahasa yang digunakan di masing – masing daerah atau oleh kelompok masyarakat dan suku tertentu. Kebhinekaan inilah yang kemudian membuat Indonesia sebagai sebuah bangsa yang sangat majemuk. Maka dari itu, peran yang dapat diambil generasi muda disini adalah sebisa mungkin untuk menerapkan bahasa Indonesia dalam kegiatan - kegiatan formal terlebih dalam konteks lintas suku atau lintas daerah. Pemuda harus menyadari bahwa  pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia serta pengembangan bahasa daerah memiliki hubungan yang erat sehingga bahasa Indonesia hadir, bukan untuk mematikan bahasa daerah karena hal ini tergantung pada tema dan konteks apa yang kita bicarakan.

Dalam ruang lingkup yang lebih besar dan kaitannya dengan bahasa asing, generasi muda memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga bahasa Indonesia dari bahasa – bahasa gaul, bahasa populer yang berkembang dan biasanya bersumber dari kosakata asing yang dengan begitu mudah diterima. Jangan sampai generasi muda kita kembali dibodohi oleh bangsa sendiri akibat penggunaan bahasa yang tidak sesuai. Sebagai generasi muda, kita seharusnya bangga memiliki bahasa Indonesia, sebuah bahasa yang diikrarkan sebagai bahasa persatuan yang didasari oleh kebutuhan untuk menyatukan bangsa Indonesia mengingat keadaan Indonesia yang begitu berbhineka. Selain itu, generasi muda Indonesia patut berbangga karena kita memiliki bahasa nasional yang berasal dari identitas kebangsaan kita sendiri, berbeda dengan Amerika Serikat dan tetangga kita, Singapura.

Apapun alasannya, entah itu karena sumpah, kebutuhan, atau hanya kebanggaan, generasi muda Indonesia tetap mempunyai tanggung jawab dan memegang peran untuk mempertahankan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Tidak hanya menjaga sumpah pemuda itu tetap ada tetapi bagaimana merealisasikan cita – cita para pendahulu kita. “Kalau bukan kita, siapa lagi?”

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | Macys Printable Coupons