Upaya peningkatan kesadaran hukum seniman tentang perlindungan hak cipta di Indonesia

Oleh I Komang Edy Mulyawan



Hak cipta dapat dapat dikatakan sebagai hak yang unik dan ekslusif karena langsung melekat pada pencipta dan hasil ciptaannya. Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya

Belajar dari pengalaman masyarakat selama ini, banyak hasil kebudayaan baik berupa seni tari, seni lukis, yang belum dapat dilindungi secara maksimal. Kasus tari pendet, batik, reog serta hasil kesenian lain yang diklaim oleh negara lain menandakan bahwa masih lemahnya kesadaran hukum masyarakat dan kurangnya peran aktif pemerintah dalam mendata hasil kebudayaan yang dimiliki. Padahal hak cipta atas budaya tersebut sangat terkait dengan seniman, pemerintah, dan masyarakat pada umumnya.

Sejak undang – undang hak cipta lahir kira – kira 3 abad yang lalu, arti istilah hak cipta tidak berubah. Hak cipta berarti hak untuk memperbanyak suatu karya cipta tertentu dan untuk mencegah orang lain membuat salinan karya cipta tanpa ijin dari pemilik hak cipta[2]. Dalam beberapa kasus, permasalahan hak cipta justru dikarenakan kurangnya kesadaran seniman dan pekerja seni dalam mendaftarkan hasil karya yang dimilikinya. Alasan yang diuraikan pun beragam, mulai dari kurangnya sosialisasi, rasa persaudaraan, dan termasuk juga idealisme seorang seniman yang biasanya hanya berpikiran untuk berkarya dan terus berkaya tanpa motivasi lebih dari itu.

Salah satu hal yang menarik terkait dengan kesadaran hukum seniman khususnya seniman tradisional Bali adalah bagaimana pola pikir mereka yang terkadang “tidak menuntut” atas pembajakan atau penjiplakan hasil karyanya. Hal

ini tentu bukannya tanpa alasan. Kebanyakan seniman tradisional Bali masih memegang kuat prinsip – prinsip sosial  yang telah ada sejak dulu yang berkembang di lingkup masyarakat adat seperti gotong royong dan hubungan persaudaraan.

Pentingnya kesadaran hukum seniman tentang hak cipta menjadi latar belakang dilaksanakannya penelitian ini, yakni dengan upaya untuk mendapatkan suatu benang merah antara seniman dan hak cipta yang “seharusnya” dimiliki olehnya. Hal ini dikarenakan seniman dan pekerja seni sebagai pihak pertama yang terkait dengan perwujudan usaha dan ide yang dimilikinya, dipandang perlu untuk memiliki pemahaman dan kesadaran hukum tentang perlindungan hak cipta.

1.2 Rumusan Masalah

berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :


  1. i.         Bagaimanakah Tingkat kesadaran hukum para seniman yang ada di kecamatan Ubud  tentang pentingnya perlindungan hak cipta?

  2. ii.         Upaya apa yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kesadaran hukum seniman tentang pentingnya perlindungan hak cipta?


Hak cipta dapat dapat dikatakan sebagai hak yang unik dan ekslusif karena langsung melekat pada pencipta dan hasil ciptaannya. Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya[1]

Belajar dari pengalaman masyarakat selama ini, banyak hasil kebudayaan baik berupa seni tari, seni lukis, yang belum dapat dilindungi secara maksimal. Kasus tari pendet, batik, reog serta hasil kesenian lain yang diklaim oleh negara lain menandakan bahwa masih lemahnya kesadaran hukum masyarakat dan kurangnya peran aktif pemerintah dalam mendata hasil kebudayaan yang dimiliki. Padahal hak cipta atas budaya tersebut sangat terkait dengan seniman, pemerintah, dan masyarakat pada umumnya.

Sejak undang – undang hak cipta lahir kira – kira 3 abad yang lalu, arti istilah hak cipta tidak berubah. Hak cipta berarti hak untuk memperbanyak suatu karya cipta tertentu dan untuk mencegah orang lain membuat salinan karya cipta tanpa ijin dari pemilik hak cipta[2]. Dalam beberapa kasus, permasalahan hak cipta justru dikarenakan kurangnya kesadaran seniman dan pekerja seni dalam mendaftarkan hasil karya yang dimilikinya. Alasan yang diuraikan pun beragam, mulai dari kurangnya sosialisasi, rasa persaudaraan, dan termasuk juga idealisme seorang seniman yang biasanya hanya berpikiran untuk berkarya dan terus berkaya tanpa motivasi lebih dari itu.

Salah satu hal yang menarik terkait dengan kesadaran hukum seniman khususnya seniman tradisional Bali adalah bagaimana pola pikir mereka yang terkadang “tidak menuntut” atas pembajakan atau penjiplakan hasil karyanya. Hal

ini tentu bukannya tanpa alasan. Kebanyakan seniman tradisional Bali masih memegang kuat prinsip – prinsip sosial  yang telah ada sejak dulu yang berkembang di lingkup masyarakat adat seperti gotong royong dan hubungan persaudaraan.

Pentingnya kesadaran hukum seniman tentang hak cipta menjadi latar belakang dilaksanakannya penelitian ini, yakni dengan upaya untuk mendapatkan suatu benang merah antara seniman dan hak cipta yang “seharusnya” dimiliki olehnya. Hal ini dikarenakan seniman dan pekerja seni sebagai pihak pertama yang terkait dengan perwujudan usaha dan ide yang dimilikinya, dipandang perlu untuk memiliki pemahaman dan kesadaran hukum tentang perlindungan hak cipta.

1.2 Rumusan Masalah

berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

  1. i.         Bagaimanakah Tingkat kesadaran hukum para seniman yang ada di kecamatan Ubud  tentang pentingnya perlindungan hak cipta?

  2. ii.         Upaya apa yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kesadaran hukum seniman tentang pentingnya perlindungan hak cipta?

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | Macys Printable Coupons