Pemindahan Ibukota Indonesia: Kapan dan Dimana?

Pemindahan Ibukota sebenarnya bukan merupakan hal yang baru di dunia internasional. Beberapa negara seperti Amerika Serikat pernah memindahkan ibukota mereka dari New York ke Washington DC. Begitu pula dengan Australia yang memindahkan ibukota dari Sidney ke Canberra, Jepang dari Kyoto ke Tokyo, Jerman dari Bonn ke Berlin, serta Brazil yang memindahkan ibukotanya dari Rio de Janeiro ke Brasilia. Pada era Soekarno, Indonesia pun pernah melakukan pemindahan ibukota dari Jakarta ke Yogyakarta dan Bukit Tinggi.

Pentingnya memindahkan Ibukota Indonesia.
Dengan melihat keadaan kota Jakarta sekarang, sudah sewajarnya masyarakat Indonesia berpikir realistis terhadap wacana ini. Pemindahan ibukota dari Jakarta ke kota lain bukanlah yang yang tidak mungkin dilakukan, apalagi melihat perkembangan kota Jakarta dalam beberapa tahun ke depan. Masalah urbanisasi, kemacetan lalu lintas, ancaman bencana alam, serta hal lain yang membuat permasalahan di Jakarta semakin kompleks. Saat ini saja jumlah penduduk Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi diperkirakan lebih dari 23 juta jiwa. Belum lagi ditambah dengan arus kendaraan yang menuju kota Jakarta yang bisa saja membuat Jakarta "lumpuh" dalam beberapa tahun kedepan.

Wacana pemindahan ibukota hendaknya diikuti dengan pengkajian secara mendalam. Jangan sampai pilihan untuk memindahan ibukota justru terkesan meninggalkan Jakarta dengan masalahnya, melainkan bagaimana pemindahan Ibukota Indonesia mampu mendorong adanya pemerataan pembangunan di seluruh Indonesia. Pemerataan yang dimaksud dapat berupa penyebaran pusat kegiatan di daerah - daerah tertentu. Sebagai contoh, Jakarta tetap dioptimalkan sebagai pusat ekonomi dan bisnis mengingat fasilitas fisik yang sudah sangat memadai. Jogjakarta dapat dijadikan sebagai kota Pendidikan, Daerah Sumatera sebagai daerah berbasis Pertanian, Bandung sebagai kota hiburan, Bali, Bangka Belitung dan Manado sebagai kota Pariwisata, Papua sebagai kota Tambang, Sulawesi dan Maluku sebagai kota berbasis Kelautan dan sebagainya. Dengan adanya kebijakan tersebut maka niscaya pembangunan Indonesia akan menjadi lebih merata.

Kapan Pemindahan Ibukota bisa terwujud?
Ketika sudah ada komitmen dan visi yang jelas, maka Indonesia sudah bisa menentukan kapan pemindahan ibukota bisa terwujud. Sebagai contoh, Negara tetangga Malaysia membutuhkan waktu kurang lebih 10 tahun untuk memindahkan ibukotanya dari Kuala Lumpur ke Putra Jaya. Bagaimana dengan Indonesia? Apabila Pemerintah memang serius untuk memindahkan ibukota negara dari Jakarta ke daerah lain, maka perlu dibuat suatu rencana stategis secara bertahap mulai dari tahap pemetaan, pengaturan tata ruang, pembangunan, serta proses pemindahan itu sendiri. Setiap tahap dapat dilakukan dalam kurun waktu 2-5 tahun jika memang dibutuhkan. Tidak hanya itu, pemerintah juga harus melihat "kantong" alias dana pendukung proses pemindahan ibukota. Jangan sampai keinginan ini terbengkalai akibat kurangnya pengkajian di bidang pendanaan,apalagi proses pemindahan akan dilakukan dalam periode kepemimpinan yang berbeda (2014 sudah ada pemilu berikutnya). Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Achmad Nurmandi mengungkapkan biaya untuk membangun Palangakaraya menjadi kota yang siap menjadi pusat pemerintahan dengan menyediakan berbagai infrastruktur baik bangunan maupun jalan diperkirakan mencapai Rp100 triliun. (erabaru.net - 4 Agustus 2010)

Dimana tempat yang Stategis untuk Ibukota negara?
Beberapa daerah masuk dalam "nominasi" calon Ibukota pengganti Jakarta. Berbagai faktor penguat pun diutarakan untuk memantapkan pilihan tersebut. Daerah apa saja yang dimaksud??
1. Palangkaraya
Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, potensial dijadikan ibu kota Indonesia karena dari sisi geopolitik, geologi, dan geografis cukup strategis.secara geografis posisi Palangkaraya tepat berada di tengah Indonesia dan memiliki kondisi geologi yang relatif aman dari bencana alam. Palangkaraya cenderung aman dari gempa dan banjir dibandingkan kota lain. Dalam era pemerintahan SOEKARNO, juga pernah ada wacana untuk memindahkan ibukota Indonesia ke Palangkaraya. Secara Umum, Luas pulau Kalimantan adalah 540.000 km2 dengan jumlah penduduk hanya 12 juta jiwa. Pulau Kalimantan jauh lebih luas dibanding pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi dan jumlah penduduknya justru paling sedikit. Di pulau Kalimantan juga tidak ada gunung berapi dan merupakan pulau yang teraman dari gempa. Sementara di pesisir Kalimantan Tengah yang berbatasan dengan Laut Jawa juga ombak relatif tenang dan aman dari Tsunami. Ini cocok untuk jadi tempat ibukota Indonesia yang baru. Satu- satunya kendala terhadap daerah ini adalah kesiapan penduduk lokal. Kesiapan SDM sudah harus dirintis sejak tahap pembangunan sampai akhirnya ibukota benar-benar di pindahkan ke daerah tersebut.

2. Pontianak dan Banjarmasin.
Pontianak dan Banjarmasin merupakan dua kota yang juga di berada di Pulau Kalimantan, yang bisa dijadikan alternatif ibukota. Teguh Juwarno, Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat, menyatakan Banjarmasin, Kalimantan Selatan, lebih cocok. Menurut politisi Partai Amanat Nasional itu, Banjarmasin lebih berada di tengah dan lebih siap infrastrukturnya dibanding Palangkaraya. sedangkan anggota Komisi II dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Aria Bima, menyatakan Pontianak sebagai pilihannya. "Saya sih berharap pindah ke Pontianak,” kata Bima. “Letak Pontianak itu kan pas tengah dan pusatnya Indonesia. Saya kira yang seperti sentral Jakarta dan pakubuminya, ya di Pontianak itu,” kata Aria Bima.(vivanews.com-29 Juli 2010)

3. Jonggol
Pada Era Soeharto, sudah muncul ide untuk memindahkan Ibukota ke JOnggol. Jonggol merupakan kota yang terletak di wilayah Kabupaten Bogor. Pilihan terhadap kawasan Jonggol atau Sentul karena pengembangan fungsi kawasan tersebut sebagai kawasan perkantoran pemerintahan pusat masih bisa dilakukan dengan dukungan yang cukup dari kondisi lingkungan, dan masih mudah melakukan perencanaan dan pengendalian faktor-faktor sosial, ekonomi dan politik. Kawasan Jonggol masih memiliki lahan kosong yang cukup luas sehingga memberi kemudahan untuk penataan. Disamping itu, kawasan tersebut sudah memiliki inftrastruktur dasar untuk dikembangkan dan dihubungkan dengan beberapa daerah inti di sekitarnya, seperti Bekasi, Bogor dan Jakarta sendiri. Sementara jika pilihan dijatuhkan ke kawasan Sentul, masalahnya adalah lahannya yang agak terbatas sehingga kurang leluasa membuat perencanaan untuk menjadikannya sebagai kawasan pusat pemerintahan, Namun dengan prinsip efisiensi ruang melalui metode optimalisasi ruang vertikal, kawasan Sentul masih mungkin dijadikan alternatif untuk Kawasan Perkantoran Pemerintahan Pusat. Untuk menjadikan kawasan ini menjadi Kawasan Perkantoran Pemerintahan Pusat, kebetulan pengembangan fungsi tersebut didukung oleh faktor-faktor sosial, politik, dan ekonomi. Kawasan tersebut dekat dengan Kota Bogor yang termasuk salah satu kota yang banyak menyimpan sejarah dari masa ke masa, termasuk di masa globalisasi ekonomi ini dengan diselenggarakannya pertemuan Kepala Negara-Negara APEC pertengahan Nopember 1994. Dengan status sebagai kota bersejarah, perubahan status Bogor menjadi pusat pemerintahan tidak perlu menimbulkan shock dalam proses komunikasi di masyarakat, dalam hubungan pemerintahan maupun dengan pihak luar.(forum.detik.com)

Indonesia masih memiliki banyak kesempatan untuk mengkaji daerah mana yang cocok, stategis, dan layak untuk dijadikan ibukota. Apalagi Tim Visi Indonesia sendiri masih membuka ruang bagi masyarakat yang ingin mengajukan daerah - daerah tertentu di Indonesia sebagai ibukota negara. Semua itu hanyalah masalah pilihan. Penyebutan satu atau dua kota sebagai contoh, hanya hendak menunjukkan bagaimana luasnya Indonesia. Indonesia bukanlah Jakarta, Indonesia Bukanlah Bali, Bukan pula Palangkaraya. Indonesia tetaplah Indonesia yang memiliki berbagai potensi untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. termasuk untuk pemilihan ibukota negara.

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | Macys Printable Coupons