Ni Ketut Rasning. Sekitar 22 Tahun yang lalu aku dilahirkan dari rahimnya. Bahkan jauh sebelum itu, selama 9 bulan lamanya aku tenang dalam kandungannya. Aku takkan bisa merasakan bagaimana beliau melewati semua kesulitan itu. Aku hanya bisa mendengar semua cerita tentang perjalanannya merawatku saat aku kecil.
Saat beranjak dewasa, aku mulai memahami bagaimana kerasnya perjuangan Ibuku. Melewati hari-harinya sebagai seorang pedagang, ikut menafkahi keluarga dan membesarkan kedua anaknya. Subuh hingga siang hari dilewatinya dengan berjalan berkeliling di daerah Batubulan membawa sayur dan beberapa kebutuhan harian yang merupakan dagangannya. Aku teringat saat aku menempuh pendidikan dasar. Betapa ibanya aku saat itu, dengan badan berkeringat dan lapar yang masih bisa ditahannya, dia datang dengan senyum untuk menjemputku dari sekolah.
Saat ini pun rutinitasnya belum ingin ditinggalkanya, "memek sing bisa ngoyong jumah", ungkapnya sembari tersenyum tipis. Sesungguhnya aku tak tega. aku hanya bisa mengingatkan agar lebih berhati-hati dan tidak memaksakan untuk berjalan. Kondisi badan dan kakinya yang sudah tidak fit lagi membuatku sedikit khawatir saat beliau ada di jalan.
Tak hanya pengorbanan fisik, perhatian yang tak kalah luar biasa juga diberikannya untuk aku dan kakakku. Beliau menyiapakan makanan, memberi bekal sekolah, menanyakan keadaan dan sekolahku. Tak akan pernah terbalaskan oleh apapun. Pada akhirnya wisuda kemarin menjadi salah satu usahaku untuk "sedikit" membuatnya bangga. Beliau memang ingin melihat aku menyelesaikan kuliahku. Beliaulah motivasiku saat kemalasan mengganggu perjalananku selama di kampus.
Itulah ibuku, sosok yang penuh kerja keras, rendah hati, dan selalu mengalah demi keluarganya. Sosok yang begitu berjasa hingga aku bisa seperti ini. Hidupku adalah hasil perjuanganmu, dan itu telah menjadi inspirasi, bahwa aku harus bisa membahagiakanmu..
Selamat Hari Ibu...