Munculnya penolakan atas keberadaan Taxi Uber dan Grab Car khususnya di Bali, hingga akhirnya berujung pada demo besar-besaran supir taxi di Renon beberapa waktu lalu, hendaknya tidak dilihat dari perspektif yang sempit. Ada permasalahan kompleks yang harus diurai serta menjadi perhatian bagi pemerintah daerah Bali.
Kita tidak bisa menampik dengan perkembangan teknologi serta kemudahan yang ditawarkan. pun demikian dengan kebutuhan masyarakat kekinian yang menginginkan akses serba cepat dan instant. Terbukti bagaimana jasa online telah merambah berbagai bidang mulai dari perdagangan produk, pemesanan pesawat, hotel, kuliner, hingga jasa transportasi.
Peluang Emas Bagi Pengembang Aplikasi di Bali
Lanjutkan Membaca
Tuntutan pemanfaatan aplikasi dalam jasa transportasi sudah seharusnya dijadikan peluang emas bagi industri pengembang aplikasi di Bali. Saya yakin ada banyak generasi muda kreatif yang mampu menciptakan inovasi di bidang aplikasi transportasi. Tidak menutup kemungkinan, peluang ini justru menjadi usaha baru dan menciptakan brand tersendiri bagi pengusaha di Bali.
Dari sudut pandang pengguna, keberadaan jasa angkutan berbasis aplikasi online jelas sangat membantu. Terlebih di kota-kota yang metropilitan yang masyarakatnya bergerak sangat dinamis. Dengan akses murah, mudah dan cepat, siapa yang tidak tertarik? apalagi ditambah dengan penawaran harga yang murah.
Meski demikian, sebagai negara yang berlandaskan hukum, peraturan perundang-undangan khususnya tentang transportasi jelas harus ditaati. Ada beberapa aspek meliputi legalitas, kemanfaatan, serta kontribusi pada negara melalui pajak yang harus diikuti oleh pengusaha transportasi berbasis aplikasi.
Lantas bagaimana seharusnya pemerintah bersikap?
Penyesuaian peraturan perundang-undangan di tingkat nasional dan Peraturan Daerah harus segera dilaksanakan untuk mengakomodir perkembangan teknologi. Seperti halnya UU ITE, Pemerintah tidak boleh menutup mata terhadap berbagai aktivitas yang dilaksanakan di dunia maya dalam hal ini jasa angkutan berbasis aplikasi.
Pemerintah Bali harus tegas menindak setiap jasa pengelola angkutan tanpa tebang pilih. Selain itu perlu ada kejelasan data jumlah armada angkutan di Bali dan kebutuhan armada di Bali. Hal ini penting agar Bali tidak semakin dijejali oleh armada angkutan yang tidak efisien dan justru akan berdampak pada meningkatnya angka kemacetan di jalan raya.
Pada akhirnya, adanya polemik pro kontra jasa pemesanan angkutan berbasis aplikasi khususnya di Bali harus dijadikan momentum untuk perbaikan tata kelola angkutan. Selain pembenahan infrastruktur, harus ada semangat pembaharuan dari pemerintah untuk menciptakan layanan angkutan yang memberi kenyamanan bagi masyarakat Bali.